Asas-Asas Perkawinan
Setelah
pada artikel sebelumnya kita membahas tentang pengertian perkawinan dan tujuan
perkawinan, kali ini kita akan membahas tentang asas-asas perkawinan. Dalam suatu
perkawinan perlu adanya ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar atau prinsip
dari pelaksanaan suatu perkawinan. Untuk mencapai tujuan perkawinan, maka
diterapkan prinsip atau asas perkawinan. Dalam ajaran Islam ada beberapa asas
dalam perkawinan yaitu:
a) Harus ada persetujuan secara sukarela
dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan.
b) Tidak semua wanita dapat dikawini oleh
seorang pria sebab ada ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dan
wanitayang harus diindahkan.
c) Perkawinan harus dilaksanakan dengan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan
dengan pelaksanaan perkawinan sendiri.
d) Perkawinan pada dasarnya adalah
membentuk satu keluarga atau rumah tangga yang tenteram, damai dan kekal untuk
selama-lamanya.
e) Hak dan kewajiban suami isteri adalah
seimbang dalam rumah tangga, di mana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada
suami.
Prinsip
atau asas perkawinan menurut Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yaitu
sebagai berikut:
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu
suami-isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan
material.
b. Suatu perkawinan adalah sah bilamana
dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencatatan tiap-tiap peerkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya keahiran,
kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang
juga dimuat dalam daftar pencatatan.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila
dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan Agama dari yang bersagkutan
mengijinkannya, seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun
demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri meskipun hal
itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan
apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
d. Undang-Undang ini (UU No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975) menganut prinsip bahwa Calon
suami-isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa
berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara
calon suami-isteri yang masih dibawah umur. Karena perkawinan itu mempunyai
hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk mengerem laju kelahiran yang
lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami-isteri
yang masih dibawah umur, sebab batas umur yang lebih rendah bagi seorang untuk
kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu,
maka Undang-Undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik untuk pria maupun
bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut
prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan
tertentu serta harus dilakukan didepan sidang pengadilan.
f.
Hak
dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam
kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan
demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan
bersama oleh suami isteri.
Demikian artikel tentang asas-asas perkawinan, semoga semakin menambah pengetahuan kita tentang Hukum perkawinan.
No comments:
Post a Comment