Hukum Perkawinan

12 Jun 2015

Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang no.1 tahun 1974




 Pengertian Perkawinan
Kita sering mendengar istilah perkawinan ataupun pernikahan, namun banyak dari kita yang mungkin belum memahami arti dari perkawinan atau pernikahan. Nikah atau kawin menurut arti asli ialah hubungan seksual, tetapi menurut arti majazi (methaporik) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami-isteri antara seorang pria dengan seorang wanita.[1]
Istilah yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu perkawinan, Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “nikah” ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketenteraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah[2].
Berikut ini beberapa pengertian perkawinan menurut para sarjana:
Menurut Wiryono Prodjodikoro, Perkawinan adalah hidup bersama antara seorang pria dengan seorang wanita yang memenuhi syarat-syarat tertentu[3].
R. Subekti, mengatakan Bahwa, Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang pria dengan seorang wanita untuk waktu yang lama.[4]
Menurut K Wantjik Saleh arti perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri.[5]
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, merumuskan pengertian perkawinan yaitu:
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari rumusan Pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut dapat dikemukakan adanya pengertian dan tujuan perkawinan. Pengertian perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri, sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut R. Soetojo Prawiro, bahwa pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dapat dibagi menjadi 5 unsur, unsur-unsur yang terdapat didalamnya adalah:
a.     Ikatan lahir bathin
       Ikatan lahir bathin artinya adalah bahwa ikatan itu tidak hanya cukup dengan ikatan lahir saja atau batin saja, akan tetapi kedua-duanya harus terpadu kuat. Suatu ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, dengan kata lain hal itu disebut hubungan formal. Hubungan formal ini nyata, baik bagi pihak-pihak yang mengikatkan dirinya maupun bagi pihak ketiga. Sebaliknya suatu ikatan batin merupakan hubungan yang tidak formal, suatu ikatan yang tidak nampak atau tidak nyata yang hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Ikatan batin inilah yang dapat dijadikan dasar pondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia. Perkawinan bukan hanya menyangkut unsur lahir saja, akan tetapi juga menyangkut unsur batiniah yang dalam dan luhur.
b.     Antara seorang pria dan seorang wanita
Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Dengan demikian hubungan perkawinan selain antara pria dan wanita tidaklah mungkin terjadi, jadi antara seorang pria tidak boleh melakukan perkawinan dengan seorang pria atau seorang wanita juga tidak boleh melakukan perkawinan dengan seorang wanita.
c.      Sebagai suami-isteri
Suatu ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita dipandang sebagai suami isteri apabila didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, suatu perkawinan adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang.
d.     Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Membentuk keluarga (rumah tangga) yang  bahagia dan kekal merupakan tujuan dari perkawinan. Yang dimaksud keluarga disini adalah satu kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang merupakan sendi dasar susunan masyarakat Indonesia. Dalam mewujudkan kesejahteraan maasyarakat, sangat penting artinya kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannyadengan keturunan yang merupakan pula tujuan perkawinan, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Untuk dapat mencapai hal ini maka diharapkan adanya kekekalan dalam perkawinan, yaitu bahwa sekali orang melakukan perkawinan maka tidak akan bercerai untuk selama-lamanya, kecuali cerai karena kematian.
e.     Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila (yaitu sila pertama), maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan agama atau kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani saja, akan tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan penting. [6]  
Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah:
Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan, menaati perintah Allah dan melaksanakan perkawinan merupakan ibadah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Pengertian perkawinan menurut Kompilasi  Hukum Islam diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya pergaulan suami- isteri hendaknya:
a.      Pergaulan yang ma’ruf (pergaulan yang baik), yaitu saling menjaga rahasia masing-masing;
b.      Pergaulan yang sakinah, yaitu pergaulan yang aman dan tenteram;
c.      Pergaulan yang mengalami rasa mawaddah, yaitu adanya rasa saling mencintai terutama dimasa muda
d.     Pergaulan yang rahmah yaitu adanya rasa santun menyantuni terutama setelah masa tua.[7]
Dalam buku Out line of Muhammadan law (Pokok-pokok hukum Islam), Asaf A.A Fyzee ( dalam Nadimah Tanjung yang dikutip oleh Soemiyati) menerangkan bahwa perkawinan menurut pandangan Islam menganut 3 aspek, yaitu:
a.      Aspek Hukum
b.     Aspek Sosial
c.      Aspek Agama 
Ad a. Dilihat dari aspek hukum perkawinan adalah merupakan suatu perjanjian, perjanjian dalam perkawinan ini mempunyai tiga karakter khusus yaitu:
1.     Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa unsur sukarela dari kedua belah pihak;
2.     Kedua belah pihak yang mengikat perjanjian tersebut mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian berdasarkan ketentuan hukumnya;
3.     Perjanjian perkawinan mengatur batas-batas hukum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Ab b.   Dilihat dari aspek sosial, perkawinan mempunyai arti yaitu:
1.     Pada umumnya orang yang melakukan perkawinan atau pernah melakukan perkawinan mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari pada mereka yang belum kawin;
2.     Menurut ajaran Islam dalam perkawinan mengenai kawin poligami hanya dibatasi paling banyak empat orang dengan syarat-syarat tertentu;
Ad c.   Dilihat dari aspek Agama, perkawinan mempunyai arti:
1.     Islam memandang dan menjadikan perkawinan itu sebagai lembaga yang baik dan teratur, sebab perkawinan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan lahir saja tetapi juga ikatan bathin.
2.     Menurut hukum Islam perkawinan bukanlah suatu persetujuan biasa, melainkan merupakan suatu persetujuan suci dimana kedua belah pihak dihubungkan menjadi pasangan suami isteri atau saling meminta menjadi pasangan hidupnya berdasarkan nama Allah.[8]

demikian pembahasan tentang pengertian perkawinan, semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama.










 



[1]  Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, 1999 Jakarta. hal 1.
[2] Ibid,hal 8.
[3] Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung:1984, hal 7.
[4] Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta 1984
[5] Wantjik Saleh, Opcit, hal 14.
[6] R.Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya,2002, halaman 38.
[7]Mohd. Idris Ramulyo,Op.Cit, Hal 4.
[8] Soemiyati, Op.cit, halaman  9

No comments:

Post a Comment