Pengertian Perkawinan
Kita sering mendengar istilah perkawinan ataupun pernikahan, namun banyak dari kita yang mungkin belum memahami arti dari perkawinan atau pernikahan. Nikah atau kawin menurut arti asli ialah hubungan
seksual, tetapi menurut arti majazi (methaporik)
atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual
sebagai suami-isteri antara seorang pria dengan seorang wanita.[1]
Istilah yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 yaitu perkawinan, Perkawinan yang dalam istilah agama disebut “nikah”
ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang
diliputi rasa kasih sayang dan ketenteraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh
Allah[2].
Berikut ini beberapa
pengertian perkawinan menurut para sarjana:
Menurut Wiryono Prodjodikoro, Perkawinan
adalah hidup bersama antara seorang pria dengan seorang wanita yang memenuhi
syarat-syarat tertentu[3].
R. Subekti, mengatakan Bahwa, Perkawinan
adalah pertalian yang sah antara seorang pria dengan seorang wanita untuk waktu
yang lama.[4]
Menurut K Wantjik Saleh arti perkawinan adalah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
isteri.[5]
Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, merumuskan pengertian perkawinan yaitu:
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Dari
rumusan Pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tersebut dapat dikemukakan
adanya pengertian dan tujuan perkawinan. Pengertian perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri,
sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut R. Soetojo
Prawiro, bahwa pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dapat dibagi menjadi 5 unsur, unsur-unsur yang terdapat didalamnya adalah:
a.
Ikatan lahir bathin
Ikatan lahir bathin artinya adalah bahwa
ikatan itu tidak hanya cukup dengan ikatan lahir saja atau batin saja, akan
tetapi kedua-duanya harus terpadu kuat. Suatu ikatan lahir
merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum
antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai
suami-isteri, dengan kata lain hal itu disebut hubungan formal. Hubungan formal
ini nyata, baik bagi pihak-pihak yang mengikatkan dirinya maupun bagi pihak
ketiga. Sebaliknya suatu ikatan batin merupakan hubungan yang tidak formal,
suatu ikatan yang tidak nampak atau tidak nyata yang hanya dirasakan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Ikatan batin inilah yang dapat dijadikan dasar
pondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia. Perkawinan bukan
hanya menyangkut unsur lahir saja, akan tetapi juga menyangkut unsur batiniah
yang dalam dan luhur.
b.
Antara seorang pria dan seorang wanita
Ikatan
perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Dengan
demikian hubungan perkawinan selain antara pria dan wanita tidaklah mungkin
terjadi, jadi antara seorang pria tidak boleh melakukan perkawinan dengan
seorang pria atau seorang wanita juga tidak boleh melakukan perkawinan dengan
seorang wanita.
c.
Sebagai suami-isteri
Suatu ikatan antara
seorang pria dengan seorang wanita dipandang sebagai suami isteri apabila
didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, suatu perkawinan adalah sah apabila
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang.
d.
Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal
Membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal merupakan tujuan dari perkawinan. Yang dimaksud keluarga disini
adalah satu kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang merupakan
sendi dasar susunan masyarakat Indonesia. Dalam mewujudkan kesejahteraan
maasyarakat, sangat penting artinya kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannyadengan keturunan yang merupakan
pula tujuan perkawinan, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi
hak dan kewajiban orang tua. Untuk dapat mencapai hal ini maka diharapkan
adanya kekekalan dalam perkawinan, yaitu bahwa sekali orang melakukan
perkawinan maka tidak akan bercerai untuk selama-lamanya, kecuali cerai karena
kematian.
e. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai
negara yang berdasarkan Pancasila (yaitu sila pertama), maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat dengan agama atau kerohanian, sehingga perkawinan
bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani saja, akan tetapi unsur batin
atau rohani juga mempunyai peranan penting. [6]
Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam
adalah:
Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat
atau miitsaaqan ghaliizhan, menaati perintah Allah dan melaksanakan perkawinan
merupakan ibadah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
dan rahmah.
Pengertian perkawinan
menurut Kompilasi Hukum Islam diatas
dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya pergaulan suami- isteri hendaknya:
a. Pergaulan yang ma’ruf
(pergaulan yang baik), yaitu saling menjaga rahasia masing-masing;
b. Pergaulan yang sakinah, yaitu pergaulan yang aman dan
tenteram;
c. Pergaulan yang mengalami rasa mawaddah, yaitu adanya rasa saling mencintai terutama dimasa muda
d. Pergaulan yang rahmah
yaitu adanya rasa santun menyantuni terutama setelah masa tua.[7]
Dalam buku Out line of Muhammadan law (Pokok-pokok
hukum Islam), Asaf A.A Fyzee ( dalam Nadimah Tanjung yang dikutip oleh
Soemiyati) menerangkan bahwa perkawinan menurut pandangan Islam menganut 3
aspek, yaitu:
a. Aspek Hukum
b. Aspek Sosial
c. Aspek Agama
Ad a. Dilihat dari aspek hukum perkawinan adalah
merupakan suatu perjanjian, perjanjian dalam perkawinan ini mempunyai tiga
karakter khusus yaitu:
1. Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa unsur sukarela
dari kedua belah pihak;
2. Kedua belah pihak yang mengikat perjanjian tersebut
mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian berdasarkan ketentuan hukumnya;
3. Perjanjian perkawinan mengatur batas-batas hukum
mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Ab
b. Dilihat dari aspek sosial, perkawinan
mempunyai arti yaitu:
1. Pada umumnya orang yang melakukan perkawinan atau
pernah melakukan perkawinan mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari pada
mereka yang belum kawin;
2. Menurut ajaran Islam dalam perkawinan mengenai kawin
poligami hanya dibatasi paling banyak empat orang dengan syarat-syarat tertentu;
Ad
c. Dilihat dari aspek Agama, perkawinan
mempunyai arti:
1. Islam memandang dan menjadikan perkawinan itu sebagai
lembaga yang baik dan teratur, sebab perkawinan tidak hanya dipertalikan oleh
ikatan lahir saja tetapi juga ikatan bathin.
2. Menurut hukum Islam perkawinan bukanlah
suatu persetujuan biasa, melainkan merupakan suatu persetujuan suci dimana
kedua belah pihak dihubungkan menjadi pasangan suami isteri atau saling meminta
menjadi pasangan hidupnya berdasarkan nama Allah.[8]
demikian pembahasan tentang pengertian perkawinan, semoga bisa menambah pengetahuan kita bersama.
[6] R.Soetojo Prawirohamidjojo,
Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga
University Press, Surabaya,2002, halaman 38.
No comments:
Post a Comment