Hukum Perkawinan

4 Jul 2015

Alasan-alasan Pembatalan Perkawinan






Alasan-alasan Pembatalan Perkawinan

Apik-web.blogspot.com pada artikel sebelumnya telah membahas tentang pengertian pembatalan perkawinan, mungkin banyak yang belum tahu mengapa suatu perkawinan yang sudah sah bisa dilakukan pembatalan perkawinan, oleh karena itu kali ini saya akan   membahas tentang alasan-alasan pembatalan perkawinan.
Alasan pembatalan perkawinan diatur dalam beberapa pasal, Perkawinan dapat di batalkan apabila tidak memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan (pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974), Alasan pembatalan perkawinan juga diatur dalam Pasal 24, Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Pasal 24 Undang-Undang No 1. Tahun 1974:
Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-Undang ini.
Pasal 26 Undang-Undang No. 1 Thun 1974:
1)     Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yangtidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri.
2)     Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974:
1)     Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum.
2)     Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
3)     Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Menurt Yahya Harahap pengertian ancaman yang melanggar hukum adalah pada hakekatnya untuk menghilangkan kehendak bebas (vrijwillig) dari salah seorang calon mempelai. Pengertian lebih luasnya adalah merupakan ancaman kekerasan yang bersifat tindak pidana yang dapat menghilangkan hakekat bebas seorang calon mempelai. Kemudian salah sangka yang dimaksud dalam hal ini adalah salah sangka (dwaling) mengenai diri suami atau isteri, jadi orangnya atau personnya, sehingga salah sangka itu tidak mengenai keadaan orangnya yang menyangkut status social ekonominya.[1]

Pembatalan perkawinan diatur juga di dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu pasal 70 sampai dengan pasal 76, tentang alasan pembatalan perkawinan disebutkan dalam pasal 70, pasal 71 dan pasal 72.
Pasal 70 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa Perkawinan batal apabila:
1)     Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang isteri sekalipun salah satu dari keempat isterinya dalam iddah talak raj’i.
2)     Seseorang  menikahi isterinya yang telah di li’annya.
3)     Seseorang menikahi bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekas isterinya tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba’da al-dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
4)     Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun1974, yaitu:
a.      Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan keatas.
b.     Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
c.      Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.
d.     Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam
 Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:
a.      Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
b.     Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud;
c.      Permpuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
d.     Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Kecuali ada dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
e.      Perkawinan dilangsngkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak.
f.      Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Pasal 72 Kompilasi Hukum Islam:
1)     Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
2)     Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
3)     Apabila ancaman  telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak menggunakan haknyauntuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.   







[1]  Ibid, hal 76.

No comments:

Post a Comment