Hukum Perkawinan

10 Jul 2015

Akibat dan tata cara Pembatalan Perkawinan





Akibat Pembatalan Perkawinan
apik-web.blogspot.com dalam kesempatan ini akan membahas tentang akibat pembatalan perkawinan dan tata cara pembatalan perkawinan. pertama kita akan bahas tentang akibat pembatalan perkawinan terlebih dulu. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan dimulai setelah Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya perkawinan. Adanya keputusam pengadilan tersebut berarti perkawinan dianggap tidak sah dan dengan sendirinya dianggap tidak pernah kawin. Namun dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa keputusan tidak berlaku surut terhadap:

a.      Anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut agar mempunyai status hukum yang jelas dan resmi sebagai anak dari orang tua mereka.
b.     Suami atau isteri yang beritikad baik kecuali tehadap harta bersama, apabila pembatalan perkawinan berdasarkan adanya perkawinan lain yang lebih dulu.
c.      Pihak ketiga lainnya sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Segala perikatan hukum di bidang keperdataan yang dibuat oleh suami-isteri sebelum pembatalan perkawinan adalah perikatan yang sah dan dapat dilaksanakan kepada harta perkawinan atau dipikul bersama oleh suami isteri yang telah dibatalkan perkawinannya secara tanggung menanggung, baik terhadap harta bersama maupun terhadap harta kekayaan masing-masing. [apik-web.blogspot.com]


Tata cara Pembatalan Perkawinan
Tata cara permohonan pembatalan perkawinan hampir sama dengan tata cara permohonan perceraian. Permohonan pembatalan perkawinan diawali dengan mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus pembatalan perkawinan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri.
Tata cara pembatalan perkawinan diatur dalam Bab VI Pasal 38 Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang menyebutkan:
1)     Permohonan pembatalan suatu perkawinan diajukan oleh pihak-pihak yang berhak mengajukannya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal  kedua suami-isteri, suami atau isteri.
2)     Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan perceraian.
3)     Hal-hal yang berhubungan dengan panggilan,  pemeriksaan pembatalan perkawinan dan putusan pengadilan, dilakukan sesuai dengan tata cara tersebut dalam pasal 20 sampai dengan   pasal 36 Peraturan Pemerintah ini.
Dalam memeriksa permohonan pembatalan perkawinan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri menurut petunjuk Mahkamah Agung No. MA.Pemb/0807/75 tanggal 20 Agustus 1975, haruslah memberlakukan ketentuan-ketentuan Pasal 22 sampai dengan 28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf ( b) PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi yang lain.
Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan bahwa Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan perceraian.
Pasal 20 PP No. 9 Tahun 1975 menyebutkan:
1.     Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan di daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
2.     Dalam hal tampat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan cerai diajukan kepada pengadilan di tempat kediaman penggugat.
3.     Dalam hal tergugat berkediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada penggugat melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.
Para pihak yang hendak membatalkan perkawinannya harus mengajukan surat yang berisi pemberitahuan bahwa para pihak bermaksud untuk membatalkan perkawinannya kepada pengadilan ditempat tinggal suami atau isteri dengan disertai alasan-alasan, serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan pembatalan perkawinan tersebut. Pengadilan kemudian mempelajari isi surat yang dimaksud dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.






No comments:

Post a Comment