Akibat
Pembatalan Perkawinan
apik-web.blogspot.com dalam kesempatan ini akan membahas tentang akibat pembatalan perkawinan dan tata cara pembatalan perkawinan. pertama kita akan bahas tentang akibat pembatalan perkawinan terlebih dulu. Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan
dimulai setelah Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan
berlaku sejak berlangsungnya perkawinan. Adanya keputusam pengadilan tersebut
berarti perkawinan dianggap tidak sah dan dengan sendirinya dianggap tidak
pernah kawin. Namun dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
menyebutkan bahwa keputusan tidak berlaku surut terhadap:
a. Anak yang dilahirkan dari perkawinan
tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut agar mempunyai status hukum yang jelas dan resmi sebagai
anak dari orang tua mereka.
b. Suami atau isteri yang beritikad baik
kecuali tehadap harta bersama, apabila pembatalan perkawinan berdasarkan
adanya perkawinan lain yang lebih dulu.
c. Pihak ketiga lainnya sepanjang mereka
memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Segala perikatan hukum di bidang
keperdataan yang dibuat oleh suami-isteri sebelum pembatalan perkawinan adalah
perikatan yang sah dan dapat dilaksanakan kepada harta perkawinan atau dipikul
bersama oleh suami isteri yang telah dibatalkan perkawinannya secara tanggung
menanggung, baik terhadap harta bersama maupun terhadap harta kekayaan
masing-masing. [apik-web.blogspot.com]
Tata cara Pembatalan
Perkawinan
Tata cara permohonan pembatalan perkawinan hampir sama
dengan tata cara permohonan perceraian. Permohonan pembatalan perkawinan
diawali dengan mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada pengadilan
yang berwenang memeriksa dan memutus pembatalan perkawinan dalam daerah hukum
dimana perkawinan dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami-isteri, suami
atau isteri.
Tata cara pembatalan perkawinan diatur
dalam Bab VI Pasal 38 Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang menyebutkan:
1) Permohonan pembatalan suatu perkawinan
diajukan oleh pihak-pihak yang berhak mengajukannya kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan, atau di tempat
tinggal kedua suami-isteri, suami atau
isteri.
2) Tata cara pengajuan permohonan
pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan
perceraian.
3) Hal-hal yang berhubungan dengan
panggilan, pemeriksaan pembatalan
perkawinan dan putusan pengadilan, dilakukan sesuai dengan tata cara tersebut
dalam pasal 20 sampai dengan pasal 36
Peraturan Pemerintah ini.
Dalam
memeriksa permohonan pembatalan perkawinan, baik Pengadilan Agama maupun
Pengadilan Negeri menurut petunjuk Mahkamah Agung No. MA.Pemb/0807/75 tanggal
20 Agustus 1975, haruslah memberlakukan ketentuan-ketentuan Pasal 22 sampai dengan
28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Menurut Pasal 1 huruf ( b) PP No. 9 Tahun
1975 disebutkan bahwa Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi yang beragama
Islam dan pengadilan negeri bagi yang lain.
Pasal
38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan bahwa Tata
cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tata cara
pengajuan gugatan perceraian.
Pasal 20 PP No. 9 Tahun
1975 menyebutkan:
1. Gugatan perceraian diajukan oleh suami
atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan di daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat.
2. Dalam hal tampat kediaman tergugat tidak
jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan
cerai diajukan kepada pengadilan di tempat kediaman penggugat.
3. Dalam hal tergugat berkediaman diluar
negeri, gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman
penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada penggugat
melalui perwakilan Republik Indonesia setempat.
Para
pihak yang hendak membatalkan perkawinannya harus mengajukan surat yang berisi
pemberitahuan bahwa para pihak bermaksud untuk membatalkan perkawinannya kepada
pengadilan ditempat tinggal suami atau isteri dengan disertai alasan-alasan,
serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan pembatalan
perkawinan tersebut. Pengadilan kemudian mempelajari isi surat yang dimaksud
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
No comments:
Post a Comment